Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Keuniversalan Etika & Hukum Terkandung di dalam Tujuannya

Gambar
Aku dalam Pencarianku Bismillahirrahmanirrahim.. Menulis tentang etika dan hukum bukanlah hal yang mudah bagiku, karena apa yang akan kita sampaikan harusnya telah menyatu pada diri kita dalam perbuatan, tapi kenyataannya penulis bukanlah orang yang tuntas dalam hal etika dan hukum. Saya akan memulai tulisan ini dengan pendifinisian/batasan agar pembahasan kita setidaknya tidak terlalu ngambang. Etika adalah sistem-sistem nilai yang berlaku yang berkaitan dengan baik dan buruk, sedangkan hukum adalah sistem-sistem nilai yang mengatur manusia yang berkaitan dengan harus dan tidak harus (bersifat memaksa). Ketika kedua hal tersebut diatas berdiri secara sendiri-sendiri, maka tidaklah sulit bagi kita untuk memahami dan menerapkannya di alam. Kenyataannya adalah bahwa di alam keduanya berhubungan dan terkadang kelihatan bertentangan sehingga sulit bagi kita untuk mengambil tindakan. Belum lagi jika antara konsep etika setiap orang berbeda-beda, maka akan sangat suli

Aku dan Predikat

Gambar
Aku ADA Benarkah aku ada? Dapatkah aku dikenali tanpa atributku? Segala yang menempel pada diriku adalah atribut, dengan atribut itulah aku dikenal. Lalu siapakah diriku tanpa atribut? Atau jangan sampai diriku pun adalah atribut bagi yang lain?   Jika atribut itu penting, mungkinkah jika sebenarnya dialah yang hakiki, sedangkan aku hanyalah ketiadaan tanpanya? Jika kubalik pertanyaanku, adakah atribut itu tanpa diriku? Manakah yang hakiki diantara keduanya? Atau mungkinkah keduanya adalah hakiki? Atau mungkin juga keduanya tidak hakiki. Dalam kebingunganku, aku beranjak dari diriku, aku berpikir dan kutemukan bahwa diriku memang benar ada. Pada dirikulah atribut menempel. Tanpa diriku, dia hanyalah sebatas konsep. Akulah yang realitas, akulah yang mencari, akulah yang bertanya, akulah yang ada. Pertanyaan yang lagi muncul dalam diriku, benarkah aku sebagai subjek yang hakiki, atau aku pun hanyalah predikat bagi sesuatu yang lebih besar dari diriku? Lalu bagaim

Huduri Tanpa Batas, Benarkah?

Gambar
Nurul Asia & Andi Nargis Benarkah pengetahuan huduri itu tak pernah keliru? Lalu bagaimana dengan perasaanku terhadap sesuatu? Yang hari ini sangat aku inginkan, mungkin saja sangat aku benci esok hari. Begitupun sebaliknya, yang sangat aku benci hari ini mungkin saja sangat aku inginkan di kemudian hari. Lalu muncullah kalimat “benci dan cintailah sesuatu sekedarnya saja”. Dalam kenyataan seperti ini, dimanakah letak pengetahuan huduri yang katanya tidak pernah keliru? Bagaimana denga rasa cintaku kepada Tuhanku? Apakah juga suatu saat akan memudar dan tergantikan oleh cinta yang lain? Jika demikian, maka layakkah Dia kusebut Tuhan? Jika tidak demikian, apa yang membedakan antara perasaan cintaku terhadap Tuhan dan kepada selain-Nya? Bukankah keduanya adalah pengetahuan yang huduri di dalam diriku?  Bagaimana pula dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain yang kudapatkan? Pahamanku terhadap buku yang kubaca, apakah dia husuli atau huduri di dalam   diriku? Jika dia hus

Darimanakah AKU berasal?

Gambar
Jauh sebelumnya, apakah kita pernah berpikir bahwa apakah kita pernah meminta kehidupan? Kalau iya, apakah yang meminta kehidupan pada diri kita? Kalau tidak ada berarti ada yang memberi kita kehidupan. Kalaupun ia atau tidak, apa sebenarnya tujuan hidup kita? Apakah yang melihat pada mata jika mata itu buta? Apa yang mendengar pada telinga jika telinga itu tuli? Apa yang meraba dan mengecap jika lidah dan kulit itu mati rasa? Serta apa yag mencium aroma jika hidung tak berfungsi? Apakah yang benar-benar telah mampu melihat, mendengarkan, meraba, mengecap, dan mencium aroma? Banyak diantara kita yang hanya menjalani kehidupan ini apa adanya tanpa tahu kemana arah tujuan yang sesungguhnya. Kita hanya makan disaat lapar, minum disaat haus, tidur disaat ngantuk, dsb. Kita menjalani kehidupan seperti manusia pada umumnya, sekolah, kuliah, kerja, menikah, punya anak, MATI. Lalu kita berlomba-lomba mengumpulkan harta benda demi mendapatkan yang namanya penghargaan di dalam masyara

Karena Aku Berharap

Gambar
Aku mencarimu dibalik keramaian Aku mencarimu dalam keheningan Aku mencarimu dalam tawa manusia Aku mencarimu dalam rintihan para pencari yang lain Aku kehausan Aku merasa tiada tanpamu Aku membutuhkanmu Aku mencarimu dalam maujud-maujud yang kusaksikan Aku merindukanmu Aku terus mencari jalan menujumu Layakkah aku untukmu? Jika tidak, lalu kemanakah rasa ini akan kupautkan? Jika iya, mengapa engkau tetap terasa jauh? Berhentilah bersembunyi Hilangkan dahaga ini Buatlah diriku layak Temui dan selamatkan aku dengan cinta-Mu

Aku “Diantara Pengetahuan & Keraguan”

Gambar
"Aku Lebih Baik Hidup Sehari dengan Mata Terbuka, daripada Hidup Seribu Tahun dengan Mata Tertutup" Nurul Asia Lantong Mungkinkah aku ini Ada? Benarkah realitas yang kusaksikan bukanlah sebuah mimpi yang  panjang? Mungkinkah aku untuk berpengetahuan? Pada abad ke-15 SM muncul sekelompok sarjana yang menyebut diri mereka sebagai “sophis”. Yang paling terkenal diantara mereka adalah Phyro. Dia mengatakan bahwa kita tidak mungkin memiliki pengetahuan yang hakiki. Instrument pengetahuan yang kita miliki bukanlah sesuatu yang terbebas dari kekeliruan. Indra dengan segala keterbatasannya, tidak bisa dijadikan sebagai sandaran pengetahuan kita. Disuatu waktu saat baru terbangun dari tidur, indra penglihatan melihat manusia memiliki dua kepala, empat mata, dua hidung, dsb, padahal pada realitasnya tidaklah demikian. Begitu pula dengan tongkat yang ujungnya dimasukkan ke dalam air, maka akan terlihat bengkok, padahal realitasnya tidaklah demikian. Sela