Keuniversalan Etika & Hukum Terkandung di dalam Tujuannya


Aku dalam Pencarianku
Bismillahirrahmanirrahim..

Menulis tentang etika dan hukum bukanlah hal yang mudah bagiku, karena apa yang akan kita sampaikan harusnya telah menyatu pada diri kita dalam perbuatan, tapi kenyataannya penulis bukanlah orang yang tuntas dalam hal etika dan hukum.

Saya akan memulai tulisan ini dengan pendifinisian/batasan agar pembahasan kita setidaknya tidak terlalu ngambang. Etika adalah sistem-sistem nilai yang berlaku yang berkaitan dengan baik dan buruk, sedangkan hukum adalah sistem-sistem nilai yang mengatur manusia yang berkaitan dengan harus dan tidak harus (bersifat memaksa).

Ketika kedua hal tersebut diatas berdiri secara sendiri-sendiri, maka tidaklah sulit bagi kita untuk memahami dan menerapkannya di alam. Kenyataannya adalah bahwa di alam keduanya berhubungan dan terkadang kelihatan bertentangan sehingga sulit bagi kita untuk mengambil tindakan. Belum lagi jika antara konsep etika setiap orang berbeda-beda, maka akan sangat sulit untuk bisa saling menerima setiap tindakan orang lain. Anggaplah misalnya saya memiliki konsep tentang etika yang berbeda dengan konsep etika dilingkungan baru yang saya datangi. Ketika saya memaksakan untuk menerapkan etika yang saya miliki, maka saya akan terkucilkan oleh orang-orang di lingkungan saya. Atau mungkin juga mendapat hukuman karena dianggap melanggar hukum. Namun jika saya mengikuti etika yang ada di lingkungan tersebut, akan membuat saya tertekan secara batin karena merasa kebebasan saya terkungkung.

Lalu benarkah etika itu memenjarakan manusia? Kalau iya, sejauh mana etika tersebut menekan kebebasan manusia?

Tujuan mempelajari etika adalah untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruk semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu. Baik adalah segala sesuatu yang mendatangkan maslahat bagi diri sendiri dan orang lain. Sedangkan buruk adalah segala yang mendatangkan mudharat bagi diri sendiri dan orang lain.

Nah, bagaimana jika dalam suatu tindakan terkandung keduanya (maslahat dan mudharat)? Untuk dapat menilai apakah itu baik atau buruk, maka kita harus melihat dan menimbang apa yang dominan disitu, apakah baik atau buruknya! Setelah itu baru kita dapat menilai baik atau buruknya.

Lalu bagaimana misalnya jika antara maslahat untuk diriku bertentangan dengan maslahat untuk orang lain. Yang manakah yang harus saya utamakan?

Dalam kondisi diatas, hal yang harus kita lakukan adalah menilai sisi benar dan salahnya. Benar dan salah disini bukan yang subjektif, tapi objektif di alam (mengacup pada realitas). Itulah nanti yang akan melahirkan maslahat yang benar.

Selain etika, kita juga memiliki permasalahan yang lain, yaitu bahwa setiap tempat memiliki hukumnya sendiri, dan tidak jarang bertentangan dengan hukum yang berlaku di tempat lain. Lalu apa yang harus dan tidak harus kita lakukan? Apakah segalanya relatif? Kalau iya, bagaimana kita bisa saling memahami?

Tujuan mempelajari hukum adalah agar kita dapat menemukan keuniversalan dari semua hukum yang kelihatannya berbeda-beda. Bahwa sebenarnya semua orang menyukai ketertiban, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, dan lain-lain, dalam tata kehidupan bermasyarakat.

Ketika kita sudah tahu nilai, konsep, dan tujuan etika dan hukum, maka tinggal bagaimana kita mengaplikasikannya dalam perbuatan.

Kesimpulannya adalah bahwa keuniversalan etika dan hukum terkandung dalam tujuannya. Dan juga bahwa etika dan hukum bukan hadir untuk memenjarakan manusia, tapi justru memenuhi kebutuhan manusia akan ketenangan, kedamaian, keadilan, kebahagiaan, dan lain-lain.

Wallahu A’lam bi Sawab
Sholawat atasmu Ya Rasulullah, sholawat atasmu wahai cahaya ilmu...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Wujud Substantif dan Kopulatif

MASJID JERRAE SEBAGAI SALAH SATU MASJID TERTUA DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

SEKSUALITAS DALAM MAZHAB REALIS