Darimanakah AKU berasal?

Jauh sebelumnya, apakah kita pernah berpikir bahwa apakah kita pernah meminta kehidupan? Kalau iya, apakah yang meminta kehidupan pada diri kita? Kalau tidak ada berarti ada yang memberi kita kehidupan. Kalaupun ia atau tidak, apa sebenarnya tujuan hidup kita?

Apakah yang melihat pada mata jika mata itu buta? Apa yang mendengar pada telinga jika telinga itu tuli? Apa yang meraba dan mengecap jika lidah dan kulit itu mati rasa? Serta apa yag mencium aroma jika hidung tak berfungsi? Apakah yang benar-benar telah mampu melihat, mendengarkan, meraba, mengecap, dan mencium aroma?


Banyak diantara kita yang hanya menjalani kehidupan ini apa adanya tanpa tahu kemana arah tujuan yang sesungguhnya. Kita hanya makan disaat lapar, minum disaat haus, tidur disaat ngantuk, dsb. Kita menjalani kehidupan seperti manusia pada umumnya, sekolah, kuliah, kerja, menikah, punya anak, MATI. Lalu kita berlomba-lomba mengumpulkan harta benda demi mendapatkan yang namanya penghargaan di dalam masyarakat. Hasrat dalam diri terus menuntut dan menuntut kita untuk mencapai batas yang kita pun tidak pernah tahu dimana batasnya. Kita menikmati kehidupan mewah disaat orang-orang disekitar kita hidup kelaparan. Inikah khalifah yang telah Allah ciptakan di muka bumi ini? Jika iya, maka benarlah persangkaan para malaikat di awal penciptaan manusia.

Saat kita telah mampu menguasai segala kehewahan di muka bumi ini, apakah kita sudah bahagia? Jawabannya TIDAK!!!

Fitrah dalam diri manusia selalu menuntut yang lebih dari itu. Pertanyaan-pertanyaan di luar diri akan dengan mudah kita temukan jawabannya di alam. Tapi pertanyaan-pertanyaan yang hadir di dalam diri takkan mampu dijawab dengan materi. Fitrah kita akan selalu merasa haus selama keresahannya tak terjawab.

Banyak manusia yang membuat kita iri dengan perolehan-perolehan material yang mereka dapatkan, tapi di dalam diri mereka justru merasakan kehampaan. Banyak juga orang yang kelihatannya punya kehidupan yang biasa-biasa saja, bahkan serba kekurangan, tapi mereka merasakan kebahagiaan.
Mereka yang tidak tahu tujuannya takkan pernah merasakan ketenangan. Mereka akan senantiasa diteror oleh ketakutan, takut hartanya berkurang, takut jabatannya hilang, dan takut jika sewaktu-waktu mereka mati.

Apa yang membuat kita sibuk mengejar yang tidak pasti, sedangkan kematian itu adalah kepastian? Mengapa kita tidak mempersiapkan diri kita sejak dini? Apa yang akan kita katakan pada PEMBERI kehidupan jika tak ada yang mampu kita bawa menghadapNya kelak?

Wallahu A'lam bi Sawwab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Wujud Substantif dan Kopulatif

MASJID JERRAE SEBAGAI SALAH SATU MASJID TERTUA DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

SEKSUALITAS DALAM MAZHAB REALIS