Konsep Wujud Substantif dan Kopulatif
Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma
Sholli ala Muhammad wa ala Ali Muhammad
Ketika
kita berbicara tentang konsep wujud, ada beberapa pandangan yang kita temukan,
diantaranya: Konsep wujud substantif , konsep wujud kopulatif, dan konsep wujud
relasional.
![]() |
Struktur |
Konsep
wujud substantif adalah konsep wujud yang melihat bahwa wujud itu memiliki
makna yang bebas. Dia tidak terbatas sehingga bisa memasuki semua ruang dan
waktu. Pertanyaannya adalah, jika dia bebas, bagaimana kita bisa mentasdiqnya
di alam? Jangan sampai wujud itu hanya ada di dalam konsep semata?
Sebagian
orang menggunakan kata univokal dalam menjelaskan hal ini. Bahwa ada satu makna
yang dapat menghimpun banyak kata. Bahwa kesatuan dalam konsep bukanlah
meniscayakan kesatuan dalam contoh.
Hal
lain yang perlu kita perhatikan adalah bahwa kita harus mampu membedakan antara
prinsip logika dengan prinsip filsafat. Prinsip logika hanya mengatur
proposisi/atribut mental, sedangkan prinsip filsafat itu juga mengatur
contoh/pensifatan di alam.
Konsep
wujud kopulatif meniscayakan adanya hubungan antara wujud dan esensi, itulah
yang ditangkap oleh logika kita sebagai wujud relasional. Hubungan itu adalah
atribut mental, kerja-kerja logika yang memang tidak bisa disifati di alam.
Penjelasan
lainnya adalah bahwa hubungan dalam proposisi tidak selalu sama dalam hubungan
contoh.
a. Proposisi
sederhana
Kemanunggalan
contoh subjek dengan contoh predikatnya. Maksudnya adalah bahwa hubungan dalam
proposisi sederhana tidak meniscayakan wujud objektif. Bahkan mustahil menganggap hubungan itu
sebagai sesuatu yang terjelmakan secara objektif.
Nurul ---------- Ada
(S) (P)
Manusia
sebagai predikat disini tidak bisa kita tunjuk secara objektif di alam.
b. Proposisi
kompleks
Ada
kesatuan objektif subjek dan predikat di dalam realitasnya. Maksudnya adalah
bahwa dalam proposisi kompleks, kita menangkap bahwa predikat itu tidak bisa
dipisahkan dari subjeknya.
Nurul -------- Membaca
(S) (P)
Sebagian
filsuf barat menyangkal adanya makna subtantif, dengan alasan bahwa proposisi
sederhana itu semu karena tidak punya predikat sehingga tidak bisa dinilai di
alam. Filsuf barat menganggap bahwa proposisi sederhana itu hanya persepsi
saja.
Hal
ini mungkin terjadi karena kurangnya kata untuk mewakili makna substantif dan
kopulatif. Maksudnya, kurangnya kosakata membuat kita menyama-nyamakan kata
yang pada dasarnya memiliki makna yang sangat berbeda. Namun pembahasan
filsafat bukanlah mengandalkan otak-atik bahasa. Sebaiknya kita menghindarkan
diri dari keterjebakan ciri-ciri kata untuk dapa mengetahui konsep-konsep
secara tepat.
Kita
juga harus senantiasa sadar bahwa ciri-ciri konsep tidaklah selamanya sama
dengan realitas yang menjelma.
Terakhir
bahwa, proses pencarian ini bukanlah sesuatu yang mudah karena kita dengan
keterbatasan mencoba untuk mendekati ketidakterbatasan.
Wallahu A’lam bi Sawab
Komentar
Posting Komentar