Nurul Asia - Baqir Ash sadr
PEMIKIRAN EKONOMI MUHAMMAD BAQIR ASH-SADR
A.
Biografi Baqir
Ash Sadr
Nama lengkapnya asy-Syahid Muhammad Baqir as-Sadr.
Lahir di Kadhimiyeh di sebuah daerah Baqdad pada tahun 1935. Sadr merupakan salah
seorang keturunan dari keluarga sarjana dan intelektual yang menganut paham
Syiah. Oleh karena itu sangat wajar manakala ia menjadi salah seorang pemikir
kontemporer yang mendapatkan perhatian yang besar dari kalangan umat Islam
maupun Non muslim.
Pendidikannya dimulai dari sebuah sekolah tradisional
di Iraq. Di tempat tersebut ia belajar fiqh, ushul dan teologi. Sewaktu
sekolah, Sadr sangat menonjol dalam prestasi intelektualnya. Oleh karena itu,
pada saat berumur 20 tahun, Sadr telah memperoleh derajat sebagai mujtahid
Mutlaq yang selanjutnya meningkat kembali menjadi posisi yang lebih tinggi yang
marja atau dikenal sebagi otoritas pembeda.
Sekalipun memiliki latar belakang pendidikan
tradisional, namun Sadr memiliki minat intelektual yang tajam dan seringkali
bermain dalam isu-isu kontemporer. Beberapa fakta akan hal ini dapat dilahat
dalam penguasaannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat,
ekonomi, sosiologi, sejarah dan hukum. Dua karya masterpis Sadr yang mewakili
pemikirannya dalam bidang filsafat dan ekonomi dapat dirujuk dalam falsafatuna
(filsafat kita) dan Iqtishoduna (ekonomi kita).
Menurut Baqr Sadr, ekonomi Islam adalah cara atau
jalan yang di pilih oleh umat Islam untuk dijalani dalam rangka mencapai
kehidupan ekonominya dan dalam memecahkan masalah ekonomi praktik sejalan
dengan konsepnya tentang keadilan. Bagi Sadr, Islam tidak mengurusi hukum
permintaan dan penawaran, tidak pula hubungan antara laba dan bunga, fenomena
diminishing return yang merupakan ilmu ekonomi. Iqtishoduna sebagai
masterpisnya mengungkap bagaimana seharusnya ekonomi Islam berjalan.
Bebeperapa pokok pemikiran ekonomi yang tertuang dalam
buku tersebut antara lain berkenaan dengan teori produksi dan distribusi yang
hampir sepertiga bagian mendapatkan porsi pembahasan. Di samping itu, gagasan
ekonomi Islam tersebut tidak mungkin bisa dilaksanakan tanpa adanya peran
pemerintah dalam bidang ekonomi. Peran pemerintah ini dalam konsepsi Sadr
berkenaan dengan upaya mewujutkan kesejahteraan di tengah-tengah kehidupan
manusia. Dua peran pemerintah yang penting dalam hal ini adalah mewujudkan
jaminan sosial dan keseimbangan sosial.
B.
Pokok
Pemikiran Ekonomi Muhammad Baqir Ash-Sadr
1. Difinisi
ekonomi Islam (Proses Penggalian Doktrin Ekonomi Islam)
Dalam mendifinisikan ekonomi Islam, Baqir Sadr mencoba
memberikan sebuah intepretasi baru yang bisa dikatakan original. Pendifinisian
tersebut di mulai dari membangun kerangka dasar dengan membuat perbedaan yang
signifikan antara ilmu ekonomi dan doktrin ekonomi.
Menurut Sadr, ilmu ekonomi merupakan ilmu yang
berhubungan dengan penjelasan terperinci perihal kehidupan ekonomi,
peristiwa-peristiwanya, gejala-gejala (fenomena-fenomena) lahiriahnya, serta
hubungan antara peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena tersebut dengan
sebab-sebab dan factor-faktor umum yang memepengaruhinya.
Difinisi ini jika dirujuk ke paradigma konvensional
dapat ditemukan serupa dalam pemikiran Samuelson yang menyatakan bahwa “Ilmu
ekonomi merupakan ilmu mengenai cara-cara manusia dan masyarakat dalam
menentukan atau menjatuhkan pilihan dengan atau tanpa uang untuk menggunakan
sumber-sumber produktif yang langka yang dapat mempunyai pengunaan-penggunaan
alternatif untuk memproduksi berbagai barang serta membaginya untuk dikonsumsi
baik untuk waktu sekarang maupun yang akan datang kepada berbagai golongan dan
kelompok di dalam masyarakat”.
Sedangkan doktrin ekonomi adalah cara atau metode yang
dipilih dan diakui oleh suatu masyarakat dalam memecahkan setiap problem praktis
ekonomi yang dihadapinya.
Dari hal ini, Sadr selanjutnya menyatakan bahwa
perbedaan yang signifikan dari kedua terminilogi di atas adalah bahwa doktrin
ekonomi berisikan setiap aturan dasar dalam kehidupan ekonomi yang berhubungan
dengan ideologi seperti nilai-nilai
keadilan. Sementara ilmu ekonomi berisikan setiap teori yang menjelaskan realitas kehidupan ekonomi yang terpisah
dari kerangka ideology. Nilai-nilai keadilan inilah yang bagi Sadr sebagai
tonggak pemisah antara gagasan doktrin ekonomi dengan teori-teori ilmiah ilmu
ekonomi.
Dari hal ini, Sadr menyimpulkan bahwa ekonomi Islam
merupakan sebuah doktrin dan bukan merupakan suatu ilmu penegetahuan, karena ia
adalah cara yang direkomendasiakan Islam dalam mengejar kehidupan ekonomi,
bukan merupakan suatu penafsiran yang dengannya Islam menjelaskan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ekonomi dan hokum-hukum yang
berlaku didalamnya.
2. Karakteristik
Ekonomi Islam
Dengan difinisi ekonomi Islam di atas, selanjutnya
dalam beberapa pembahasan Sadr merumuskan karakteristik ekonomi Islam terdiri
atas :
a. Konsep
Kepemilikan Multi Jenis (Multitype Ownership)
Dalam pandangan Sadr, ekonomi Islam memiliki konsep
kepemilikan yang dikatakan sebagai kepemilikan multi jenis. Bentuk kepemilikan
tersebut dirumuskan dalam 2 kelompok yakni bentuk kepemilikan swasta (private)
dan kepemilikan bersama.
Kepemilikan swasta (private) dalam pandangan Sadr
hanya terbatas pada hak memakai dan adanya prioritas untuk menggunakan serta
hak untuk melarang orang lain untuk menggunakan sesuatu yang telah menjadi
miliknya. Dalam hal ini, Sadr dan seluruh pemikir ekonomi baik klasik maupun
kontemporer sepakat bahwa yang dimiliki oleh manusia hanyalah sebatas
kepemilikan sementara, sedangkan kepemilikan yang mutlak hanya terdapat pada
Allah SWT.
Bentuk kepemilikan kedua adalah kepemilikan bersama. Bentuk
kepemilikan bersama ini terbagi menjadi dua jenis yakni kepemilikan public dan
kepemilikan Negara. Perbedaan kepemilikan public dengan kepemilikan Negara
adalah terletak pada tata cara pengelolaannya.
Bagi Sadr, kepemilikan public harus digunakan untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat. Beberapa sector kepemilikan public semisal keberadaan rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur jalan. Sedangkan kepemilikan Negara dapat digunakan tidak hanya bagi kebaikan semua orang, melainkan juga dapat digunakan untuk suatu bagian tertentu dari masyarakat, jika memang negara menghendaki demikian.
Bagi Sadr, kepemilikan public harus digunakan untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat. Beberapa sector kepemilikan public semisal keberadaan rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur jalan. Sedangkan kepemilikan Negara dapat digunakan tidak hanya bagi kebaikan semua orang, melainkan juga dapat digunakan untuk suatu bagian tertentu dari masyarakat, jika memang negara menghendaki demikian.
b. Pengambilan
Keputusan, Alokasi Sumber dan Kesejahteraan Public.
Fakta bahwa pemilikan Negara mendominasi system
ekonomi Islam, pada akhirnya mendorong lahirnya sebuah gagasan bahwa peran
pemerintah dalam bidang ekonomi sangatlah penting. Dalam hal ini, beberapa
fungsi pokok pemerintah dalam bidang ekonomi antara lain :
1) Mengatur
system distribusi kekayaan berdasarkan pada kemauan dan kapasitas kerja
masing-masing individu dalam masyarakat.
2) Mengintegrasikan
aturan hokum Islam dalam setiap penggunaan dan pengelolaan sumber daya alam.
3) Membangun
system kesejahteraan masyarakat melalui terjaminnya keseimbangan social dalam
masyarakat.
c. Larangan
Riba dan Pengimplementasian Zakat
Sebagaimana pemikiran ekonom muslim lain, Sadr juga
berpendapat bahwa riba adalah sesuatu yang harus dijauhkan dari interaksi
ekonomi masyarakat. Sedangkan zakat merupakan instrument setrategis yang dapat
membantu merealisasikan kesejahteraan ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
3. Pandangan
Islam Tentang Masalah Ekonomi.
Berbeda dengan pandangan sistem ekonomi kapitalis, Menurut
Sadr, masalah-masalah ekonomi lahir bukan disebabkan oleh kelangkaan
sumber-sumber material ataupun terbatasnya kekayaan alam. Hal ini didukung
dengan dalil al-Qur’an S. al-Qomar: 49 yang menyatakan “Sesungguhnya kami
menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya”. Dari ayat tersebut yang kemudian
diperkuat dalam al-Qur’an S. Ibrahim :32-34, Sadr berpendapat bahwa permasalahan
ekonomi muncul karena disebabkan oleh dua factor yang mendasar. Pertama adalah
karena prilaku manusia yang melakukan kezaliman dan kedua karena mengingkari
nikmat Allah SWT.
Dzalim disini dimaksudkan bahwa betapa banyak
ditemukan dalam realitas empiris, manusia dalam aktivitas distribusi kekayaan
cenderung melakukan kecurangan-kecurangan untuk memperoleh keuntungan pribadi
semata, seperti melakukan tindakan penimbunan atau ikhtikar. Sedangkan yang
dimaksud ingkar adalah manusia cenderung menafikan nikmat Allah dengan
semena-mena mengeksolitasi sumber-sumber alam.
Dari kedua aspek tersebut, Sadr menyimpulkan sebagai
salah satu factor yang dominan yang menjadi akar lahirnya permasalahan ekonomi
dalam kehidupan manusia, bukan karena akibat terbatasnya alam atau karena
ketidakmampuan alam dalam merespon setiap dinamika kebutuhan manusia. Menurut
Sadr, masalah tersebut hanya dapat teratasi dengan mengakhiri kedzaliman dan
keingkaran manusia. Salah satu cara yang ditawarkan Sadr adalah dengan
menciptakan hubungan yang baik antara distribusi dan mobilisasi segenap sumber
daya material untuk memakmurkan alam serta menyibak segala kekayaan.
Di sisi lain, Baqr Sadr melihat bahwa paradigma system
sekulaer yang menyatakan bahwa sumber daya alam adalah terbatas yang dihadapkan
pada kebutuhan manusia yang tidak terbatas sebagai kunci lahirnya permasalahan
ekonomi, adalah sebagai sesuatu penghindaran sesuatu yang sudah ada solusinya,
dengan menyuguhkan penyebab imajiner yang tidak ada solusinya.
4. Teori
Produksi
Dalam aktivitas produksi Sadr, mengklasifikasi dua
aspek yang mendasari terjadinya aktivitas produksi. Pertama adalah aspek obyektif atau aspek ilmiah yang berhubungan
dengan sisi teknis dan ekonomis yang terdiri atas sarana-sarana yang digunakan,
kekayaan alam yang diolah, dan kerja yang dicurahkan dalam aktivitas produksi.
Aspek obyektif ini berusaha untuk menjawab masalah-masalah efisiensi teknis dan
ekonomis yang berkenaan dengan 3 pertanyaan dasar yang terkenal dengan istilah
The Three Fundamental Economic Problem yang meliputi what, how dan for whom.
Kedua adalah
aspek subyaktif, Yaitu aspek yang terdiri atas motif psikologis, tujuan yang
hendak dicapai lewat aktifitas produksi, dan evaluasi aktivitas produksi
menurut berbagai konsepsi keadilan yang dianut. Sisi obyektif aktivitas
produksi adalah subyek kajian ilmu ekonomi baik secara khusus maupun dalam kaitannya
dengan ilmu pengetahuan lainnya guna menemukan hukum-hukum umum yang
mengendalikan sarana-sarana produksi dan kekayaan alam supaya dalam satu
kondisi manusia dapat menguasai hokum-hukum tersebut dan memanfaatkannya untuk
mengorganisasi sisi obyektif produksi secara lebih baik dan lebih sukses.
Selain itu, menurut Sadr sumber asli produksi
dijabarkan dalam tiga kelompok yang terdiri atas alam, modal dan kerja. Adapun
sumber alam yang dipergunakan untuk aktivitas produksi Sadr membaginya kembali
kedalam tiga kelompok, yakni tanah, substansi-substansi primer dan aliran air.
a. Strategi
Pertumbuhan Produksi
Dalam rangka mewujutkan pertumbuhan produksi, Sadr
menawarkan dua strategi. Startegi tersebut terdiri atas strategi
doctrinal/intelektual dan strategi legislatife/hukum.
1) Strategi
doctrinal/ intelektual.
Strategi ini bertolak pada asumsi bahwa manusia
termotivasi untuk bekerja keras di pandang ibadah jika dilaksanakan dengan
pemahaman dan niat seperti yang dinyatakan dalam al-Quran. Membiarkan
sumber-sumber menganggur, melakukan pengeluaran mubadzir ataupun produksi
barang-barang haram adalah terlarang dalam ajaran Islam. Pemikiran demikian
merupakan yang dikatakan sebagai landasan doctrinal dalam mewujudkan
pertumbuhan produksi.
2) Strategi
legislative/hokum.
Untuk keberlangsungan strategi doktrinal di atas, maka
diperlukan aturan hukum yang membackup strategi doktrianl tersebut. Beberapa
strategi legislativ atau aturan hukum yang ditawarkan oleh Sadr, antara lain
sebagai berikut:
a) Tanah yang
menganggur dapat disita oleh Negara dan meredistribusikannya kepada orang lain
yang mampu dan mau menggarapnya.
b) Larangan
terhadap hima yakni memiliki tanah dengan jalan paksa.
c) Larangan
kegiatan transaksi yang tidak produktif, seperti membeli murah dan menjulnya
dengan harga yang mahal tanpa bekerja.
d) Pelarangan
riba, ikhtikar, pemusatan sirkulasi kekayaan dan melakukan tindakan yang
berlebihan atau mubadzir.
e) Melakukan
regulasi pasar dan mengkontrol situasi pasar.
b. Kebijakan
Ekonomi Untuk Meningkatkan Produksi
Sarana-sarana di atas adalah sumbangsih Islam sebagai
sebuah doktrin dalam pertumbuhan produksi dan peningkatan kekayaan. Setelah
memberikan sumbangsih tersebut, Islam menyerahkan langkah-langkah selanjutnya
kepada Negara dengan mengkaji berbagai situasi dan kondisi obyektif kehidupan
ekonomi. Melakukan survei dan sensus tentang kekayaan alam, apa saja yang
dimiliki Negara, lalu mengkaji secara komperhemsif tenaga kerja dalam
masyarakat serta berbagai kesulitan dan kehidupan yang mereka jalani.
Berdasarkan semua itu, dalam batas-batas doctrinal
diformulasikan kebijakakan ekonomi yang mengarah kepada pertumbuhan produksi
dan peningkatan kekayaan yang ikut andil dalam mempermudah serta mempernyaman
kehidupan masyarakat.
c. Atas dasar
pemikiran ini Sadr, memahami hubungan antara agama dengan kebijakan ekonomi
Negara adalah satu kesatuan yang utuh. Dala hal ini, Negara dapat mematok
jangka waktu tertentu seperti 5 tahun untuk mencapai tujuan atau target
tertentu. Kebijakan seperti ini bukan merupakan unsur pokok agama begitupun penentu
serta formulasinya pun bukan tugas agama, melainkan hasil pembumian nilai-nilai
Syari’ah oleh pemerintah.
5. Distribusi
Kekayaan
Dalam pemikiran Sadr, distribusi kekayaan berjalan
pada dua tingkatan, yang pertama adalah distribusi sumber-sumber produksi dan
yang kedua adalah distribusi kekayaan produktif. Pokok pikiran yang di maksud
Sadr, sebagai sumber-sumber produktif adalah terkait dengan tanah, bahan-bahan
mentah, alat-lat dan mesin yang dibutuhkan untuk memproduksi beragam barang dan
komoditas.
Sedangkan yang termasuk dengan kekayaan produktif
hasil dari proses pengolahan atau hasil dari aktivitas produksi melalui
kombinasi sumber-sumber produsi yang di hasilkan manusia melaui kerja.
Berkenaan dengan ini pula, maka prinsip-prinsip menjaga adilnya sirkulasi
kekayaan dan keseimbangan harta ditengah-tengah kehidupan masyarakat juga masuk
dalam konsepsi Sadr sebagaimana pemikiran ekonomi Islam lainnya.
6. Tanggung
Jawab Pemerintah Dalam Bidang Ekonomi
Menurut Sadr, fungsi pemerintah dalam bidang ekonomi
terdapat beberapa tanggung jawab. Tanggung jawab atau fungsi pemerintah dalam
bidang ekonomi tersebut antara lain berkenaan dengan pertama, penyediaan akan
terlaksananya Jaminan Sosial dalam masyarakat, kedua berkenaan dengan
tercapainya keseimbaangan social dan ketiga terkait adannya intervensi
pemerintah dalam bidang ekonomi.
a. Pertama,
Jaminan Social Di Tengah-Tengah Kehidupan Masyarakat.
Islam telah menugaskan Negara untuk menyediakan
jaminan social guna memelihara standar hidup seluruh individu dalam masyarakat.
Dalam hal ini, menurut Sadr jaminan social tersebut terkait dengan dua hal,
yakni pertama Negara harus memberikan setiap individu kesempatan yang luas
untuk melakukan kerja produktif sehingga ia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya
dari kerja dan usahanya sendiri.
Bentuk jaminan social yang kedua adalah di dasari atas
kenyataan bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Dalam hal
ini, jika individu dalam kondisi yang tidak mampu melakukan aktifitas kerja
produktif sebagaimana yang dimaksud dalam bentuk jamianan social yang pertama,
maka Negara wajib mengaplikasikan jaminan social bagi kelompok yang demikian
dalam bentuk pemberian uang secara tunai untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan
untuk memperbaiki standar kehidupanya.
Prinsip jamianan social dalam Islam didasarkan pada
dua basis doctrinal. Pertama keharusan adanya kewajiban timbal balik dalam
masyarakat. Kedua hak masyarakat atas sumber daya ( kekayaan ) public yang
dikuasai Negara. Kedua basis tersebut memiliki batas dan urgensi tersendiri
yang berkenaan dengan penentuan jenis kebutuhan apa yang pemenuhannya harus
dijamin, juga berkenaan dengan penetapan standart hidup minimal yang harus
dijamin oleh prinsip jaminan social bagi setiap individu.
b. Mewujudkan
Keseimbangan Social
Konsep kesembangan social yang ditawarkan oleh Sadr
adalah konsep keseimbangan yang didasarkan pada dua asumsi dasar, yaitu fakta
kosmik dan fakta doctrinal.
Fakta kosmik merupakan suatu perbedaan yang eksis
ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Menurut Sadr, adalah suatu fakta yang
tidak bisa diingkari oleh siapapun bahwa setiap individu secara alamiah
memiliki bakat dan potensi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dalam satu
titik pada akhirnya akan melahirkan perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Dalam
hal ini, perbedaan tersebut dikenal dengan strata social.
Adapun fakta doctrinal adalah hukum distribusi yang
menyatakan bahwa kerja adalah salah satu instrument terwujudnya kepemilikan
pribadi yang membawa konsekuensi atas segala sesuatu yang melekat padanya. Dari
hal tersebut diatas, maka konsep keseimbangan social dalam Islam menurut Sadr
adalah konsep keseimbangan yang harus didasarkan pada dua asumsi dasar di atas.
Komentar
Posting Komentar