SEKSUALITAS DALAM MAZHAB REALIS
Innallaha
wa malaaikatahu yusaholluna ala nabi, yaa ayyuhalladziina aamanuu shollu alaihi
wasallimu tasliimaa.. Allahumma Shalli ala Muhammad wa Ali Muhammad…
Dalam tulisan saya kali ini, saya
akan membahas tentang seksualitas dalam pandangan Freud, seksualitas dalam pandangan
moralis kuno, dan bagaimana Muthahhari mendisposesikan keduanya.
A. Deskripsi
Seperti biasanya, saya akan
mendeskripsikan terlebih dahulu teori-teori yang akan saya gunakan dalam
tulisan saya kali ini.
1. Teori dan doktrin disposesi
Muhammad Baqir Ash Sadr
Seperti kita ketahui bersama bahwa
Muhammad Baqir terkenal dengan teori diposesinya, dimana dia memberikan cara
pandang baru kepada kita dalam memandang pengetahuan. Disaat barat memposisikan
alam dan rasio dalam kutub yang berbeda (dualitas), dia justru mendisposesikan
keduanya. Dia mengatakan bahwa alam adalah landasan pengetahuan setiap manusia
dimana itu didapatkan melalui proses indrawi. Hasil dari pengindraan manusia
kemudian disimpan oleh rasio sebagai alat, baru kemudian setelah itu, rasio
sebagai sumber menemukan pengetahuan baru yang karakternya berbeda dengan alam,
dimana alam memberikan efek material, sedangkan dalam konsep tidak memberikan efek material. Untuk menemukan
kesesuaian antara apa yang ada di konsep dengan apa yang ada di alam, maka
dilakukan tasdik. Tasdik ini bukan lagi pada apa yang diindrai tapi pada apa
yang ada dibalik yang diindrai tersebut. Dengan kata lain, Muhammad Baqir Ash
Sadr mengatakan bahwa kita harus menemukan pengetahun yang niscaya di alam yang
karakternya sama dengan apa yang ada di konsep kita.
2. Psikoanalisa Sigmund Frued
Seperti yang pernah saya jelaskan dalam tulisan
sebelumnya bahwa psikoanalisa pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud.
Teori ini dinilai kontroversi karena selalu mengalami perubahan-perubahan.
Teori dasarnya adalah bahwa tingkah laku orang dewasa adalah merupakan refleksi
pengalaman masa kecilnya. Misalnya bahwa dalam memahami tingkah laku yang
agresif dipandang sebagai bawaan sejak lahir. Sedangkan sikap yang selalu
berprasangka adalah merupakan konflik individu dengan orang tuanya yang
otoriter pada masa kecilnya, sehingga dia membenci siapa saja yang tidak
seperti dirinya.
Yang paling penting untuk diketahui adalah bahwa dalam
teori Sigmund Freud, individu bergerak melalui tahapan yang pasti selama tahun
awal perkembangan yang bersumber dari kesenangan seksual. Teori psikoanalisa
telah mengarahkan kerja para ahli psikolog sosial pada sejumlah topik tentang
tingkah laku sosial yang diselidiki dalam arti proses ketidaksadaran.
Sigmund Freud mengatakan bahwa kehidupan jiwa manusia
memiliki tiga tingkat kesadaran, yaitu sadar, prasadar, dan tak sadar. Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
a.
Kesadaran
Teori tentang kesadaran adalah
teori pertama Sigmund Freud. Dia membagi kehidupan jiwa manusia ke dalam tiga
tingkat kesadaran, diantaranya:
1) Sadar (conscious)
Tingkat kesadaran yang pertama ini adalah tingkat
kesadaran yang murni indrawi. Saat kita mengalihkan perhatian kita pada hal
yang lain, saat itulah dia bertransformasi ke bentuk kesadaran yang lain, yaitu
tahap pra sadar.
2) Pra sadar (preconcious)
Tingkat kesadaran yang kedua ini
adalah merupakan jembatan antara sadar dan tak sadar. Pengalaman indrawi kita
yang teralih dari perhatian, secara otomatis akan ditekan masuk ke alam pra
sadar, begitu pula dengan hal-hal yang tersimpan di alam tak sadar kita,
sewaktu-waktu bisa muncul ke alam pra sadar.
3) Tak sadar (unconscious)
Alam tak sadar adalah bagian paling
dalam dari kesadaran manusia dan juga merupakan bagian terpenting dari jiwa
manusia. Alam tak sadar ini berisi insting, implus, dan drives yang dibawa
sejak lahir dan pengalaman-pengalaman traumatik (pada masa anak-anak) yang
ditekan oleh kesadaran menuju alam tak sadar. Materi tak sadar ini sangat
berpengaruh terhadap tingkah laku, namun tidak disadari.
b.
Komponen
Perkembangan teori psikoanalisa Sigmund Freud adalah
tentang komponen yang kemudian dia bagi dalam tiga penjabaran, sebagai berikut:
1) Komponen dinamik (energy psikis)
Dia berpendapat bahwa insting atau dorongan psikologis
yang muncul tanpa dipelajari adalah sumber utama energy psikis. Insting juga
dipandang sebagai gambaran psikologis dari proses biologis yang berlangsung.
2) Komponen struktural
Komponen struktural terbagi tiga, diantaranya:
a)
Id (prinsip kenikmatan)
Id adalah system kepribadian manusia yang asli yang
dibawa sejak lahir. Dari id lah nantinya akan muncul ego dan super ego. Id
mewakili subjektivitas manusia yang tidak pernah disadari sepanjang usia.
b)
Ego (prinsip realita)
Ego berkembang dari id yang tak pernah mampu menangani
realitas, sehingga ia bekerja berdasarkan prinsip realita. Ego selalu berusaha
untuk memperoleh kepuasan yang dituntut oleh id dengan tetap mencegah
terjadinya ketegangan atau setidaknya menunda kenikmatan sampai ditemukan objek
yang nyata dan dapat memuaskan kebutuhan. Ego bekerja untuk memuaskan id
sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral yang ada pada superego. Karena ego
tidak memiliki energy sendiri, maka sebenarnya dia hanya bekerja untuk id.
c)
Superego (prinsip idealistik)
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari
kepribadian yang beroperasi berdasarkan prinsip idealistik. Energinya berasal
dari ego yang diperoleh dari id. Pada dasarnya, super ego tidak berhubungan
langsung dengan realitas sehingga kebutuhan kesempurnaan yang diperjuangkannya
tidak realistik. Superego hakikatnya merupakan elemen yang mewakili nilai –
nilai orang tua dan interpretasi orang tua mengenai standar sosial yang
diajarkan kepada anak melalui berbagai macam perintah dan larangan.
3) Komponen sekuensial (tahapan)
Bagian terakhir dari komponen Freud adalah komponen
sekuensial. Bagian ini menekankan pada gerak maju organisme melalui tahapan –
tahapan perkembangan yang berbeda dan semakin lama semakin adaptif. Teori Freud
ini disebut juga sebagai teori psikoseksual.
a)
Oral (sejak lahir hingga 1 tahun)
Pada saat bayi baru lahir hingga mereka berusia
sekitar 1 tahun, kenikmatan pertama yang dia rasakan adalah berasal dari
mulutnya. Bayi akan memasukkan apapun yang disentuhnya ke dalam mulut, itu
bukan semata – mata karena dia lapar
tapi karena memang dia menikmati proses menghisap, menelan, dan
menggigit yang dia lakukan.
b)
Anal (2 – 3 tahun)
Setelah bayi makan, maka sisa makanan itu akan
menumpuk di ujung bawah dari usus dan secara reflex akan dilepaskan keluar
apabila tekanan pada otot lingkar dubur mencapai taraf tertentu. Pada umur dua
tahun, anak akan mendapatkan pengalaman pertama yang menentukan tentang
pengaturan oleh pihak luar. Pengaturan itu terutama tentang kedisiplinan dan
kebersihan.
c)
Phalik (4 – 5 tahun)
Di usia 4 – 5 tahun, kenikmatan anak berpindah kepada
organ seksualnya. Pada masa ini, anak mulai menikmati fantasi – fantasi
yang dia rasakan dan mulai melakukan onani atau masturbasi. Pada tahap phalik
ini juga membuka jalan bagi terjadinya kompleks Oedipus, dimana pada masa ini,
anak laki – laki mulai mencintai ibunya
dan ingin menggantikan posisi ayahnya, begitupun dengan anak perempuan yang mulai
meniru – niru ayahnya dan ingin menggantikan posisi ibunya.
Tahap phalik ini menjadi penentu bagi kecenderungan
seks seseorang , apakah dia akan menjadi homo, lesbi, atau biseksual. Freud
mengasumsikan bahwa setiap orang secara inheren adalah biseksual, setiap jenis
tertarik pada anggota sejenis maupun lawan jenis. Asumsi ini disokong oleh
penelitiannya terhadap kelenjar – kelenjar endoktrin yang secara agak konklusif
menunjukkan bahwa hormon seks perempuan terdapat pada masing – masing jenis
kelamin. Untuk perkembangannya, tergantung pada kontrol orang tua. Tahap ini
meninggalkan serangkaian bekas dalam kepribadian.
d) Laten (6 – 12 tahun)
Masa ini adalah tahap tertahannya dorongan – dorongan
seks agresif dan mengalihkannya pada kegiatan –kegiatan yang sifatnya bernilai
pelajaran, seperti sekolah, bermain, olah raga, dan kegiatan lainnya.
e)
Tahap genital/kelamin (masa remaja)
Semua upaya untuk mendapat kenikmatan pada tahap pra
genital masih bersifat narsistik. Hal ini berarti bahwa individu mendapatkan
kepuasan dari stimulasi dirinya sendiri sedangkan orang lain hanya membantu
memberikan bentuk – bentuk tambahan kenikmatan tubuh bagi anak. Pada masa
genital, sebagian dari cinta diri ini disalurkan ke pilihan – pilihan objek
yang sebenarnya. Pada masa ini pula, anak rentan dengan seks bebas,
karena dia tidak puas lagi dengan kenikmatan – kenikmatan yang dia peroleh dari
dirinya sendiri.
Dalam pembahasan komponen sekuensial inilah Freud
banyak mengembangkan teori seksualitasnya. Dimana dia mengatakan bahwa pada
dasarnya tujuan semua manusia adalah untuk mendapatkan kenikmatan, dimana
kenikmatan ini kemudian dia namakan sebagai seks.
Menurut Freud, prilaku menyimpang manusia pada
dasarnya disebabkan oleh tekanan – tekanan seksual yang dialami sejak masa
kecilnya. Mulai dari bayi dilarang memasukkan mainan ke dalam mulutnya, bayi
dilarang memegang kotoran yang dia keluarkan dari duburnya, hingga pada
ditekannya kebutuhan – kebutuhan seksualitas pada tahap genital.
Tekanan – tekanan ini, masuk ke alam bawah sadar
manusia dan menimbulkan prilaku menyimpang atau neurosis pada masa dewasanya.
Solusinya adalah, membiarkan kebutuhan seksualitas ini terpenuhi sesuai
keinginan alam bawah sadar manusia. Freud adalah salah satu tokoh yang sangat
mendukung kebebasan seksualitas di dalam kehidupan manusia.
3. Seksualitas dalam pandangan moralitas
tradisional menurut Muthahhari
Pandangan yang sangat ekstrem tentang hal ini adalah
pandangan kristen, terutama oleh pastur, pendeta, dan pihak gereja lainnya. Mereka
berpikir bahwa hasrat dan hubungan seksual adalah kotor dan merugikan. Oleh
karena itu, paus selalu dipilih dari para pastur yang tidak menikah.
Gereja menyetujui perkawinan karena tujuan prokreasi.
Dalam artian bahwa, perkawinan dilakukan untuk mencegah perbuatan zina antara
laki – laki dan perempuan, jadi bukan semata – mata untuk melahirkan keturunan.
Keyakinan bahwa hasrat dan hubungan seksual adalah
kotor, telah membuat laki – laki dan perempuan sama – sama tertekan jiwanya.
Hal itu juga menimbulkan konflik batin antara memuaskan dorongan hasrat alami dengan
kepercayaan agama tentang keburukan hasrat – hasrat badaniah dan hubungan
seksual.
Gangguan jiwa dan ketidakbahagiaan yang muncul dari
konflik tersebut termasuk ketidakselarasan antara dorongan hasrat alami dan
keengganan terhadap pemenuhannya. Masalah ini adalah masalah yang besar
sehingga menjadi subjek penelitian yang intensif para psikolog dan
psikoanalisis.
4. Etika Seksual Murtadha Muthahhari
Menurut pandangan Muthahhari, sangat penting untuk
menata semua insting atau naluri dan hasrat alamiah menjadi lebih terarah dan
bersih. Pertumbuhan pribadi yang baik dan harmonis menjadi prasyarat
tercapainya hubungan yang sehat antarsesama yang akan berdampak baik pada
manusia secara keseluruhan. Pengasuhan potensi alamiah manusia dengan tepat
akan berdampak baik secara spiritual. Orang yang menjalaninya akan memiliki
kadar intelektual dan pandangan hidup yang lebih baik. Orang – orang yang sehat
psikosomatisnya, menjadi lebih stabil dan bisa bersaing dalam mencapai
kedamaian dan harmoni sosial.
Dalam pandangan islam, naluri dan seksualitas bukan
ditekan, melainkan diatasi dengan cara efektif dan layak. Adapun mengenai cara
mengatasinya adalah dengan mengikuti aturan – aturan yang ada.
Salah satu aspek etika yang penting adalah emosi cinta. Dalam islam,
cinta sangat dipuja, bukan saja dalam aspek Ilahiah, tetapi juga dalam konteks
kemanusiaan. Dalam islam, kesempurnaan cinta sangat dibedakan dengan
manifestasi seksualitas hewaniah.
Ketika cinta dalam diri
seseorang muncul dalam bentuk nafsu, maka dia akan sangat egois dan hanya
memikirkan dirinya sendiri. Namun ketika seseorang melihat cinta dalam bentuk
kasih sayang, maka dia tidak akan egois dan bahkan akan mengorbankan dirinya
demi orang lain. Dengan kata lain bahwa cinta sejati akan menghilangkan egoisme
seseorang dan akan memilih untuk berkhidmat pada orang lain.
Selain cinta, hal yang paling
berhubungan dengan seksualitas adalah kesucian. Dalam aspek moral, ketika cinta
dan kesucian diatur secara eksplisit, maka perempuan biasanya memiliki
kedudukan tinggi dan mereka menjadi susah di dekati oleh laki – laki, demikian
pula sebaliknya, jika cinta dan kesucian tidak memiliki aturan yang eksplisit,
maka posisi perempuan menjadi lemah, biasanya menjadi hak dan berada di bawah
perlindungan laki – laki.
Pasangan yang mampu menjaga
kesucian mereka adalah pasangan yang membatasi kehidupan seksualnya hanya pada
pasangannya saja. Saat kemampuan seksualitas sudah menurun, cinta kasih murni
mereka tetap mekar dan bersemi. Pasangan yang hanya diikat oleh seksualitasnya,
tidak akan bisa memiliki keluarga yang benar – benar utuh dan abadi.
Ketika para pecinta saling
terpisah, maka mereka akan merasakan kepedihan. Mereka akan saling menunggu dan
Tarik – menarik antara keduanya. Namun bagi pecinta yang menyatu, yang saling
menampakkan kasih sayang dan ketulusan, pernikahan mereka akan melahirkan
banyak prestasi.
Muthahhari menyimpulkan bahwa
cinta yang sejati tidak akan tumbuh pada masyarakat yang mendukung pergaulan
bebas.
B. Analsis
Berdasarkan
deskripsi diatas, penulis melihat bahwa ada dua kutub yang saling
berkontradiksi ketika kita berbicara tentang seksualitas. Pandangan yang
pertama mengatakan bahwa seksualitas adalah sumber dari segala sesuatu termasuk
cinta. Sedangkan pandangan yang kedua mengatakan bahwa seksualitas adalah
sesuatu yang kotor yang harus dihindari oleh setiap manusia yang ingin tetap
mempertahankan kesuciannya.
Saya melihat
bahwa ada usaha luar biasa oleh Freud untuk menyelamatkan manusia dari penyakit
sosial yang diakibatkan oleh ditekannya hal – hal yang seharusnya diaktualkan.
Dia mengatakan bahwa Ego ideal itu sama sekali tidak realistik, mengapa
demikian? Karena dia menyaksikan sendiri betapa besar kekuatan hasrat manusia
terhadap seksualitas, sedangkan para moralitas tradisional berusaha untuk
menafikan akan hal itu. Freud juga mengatakan bahwa cinta tidak mungkin
didapatkan tanpa melalui kebebasan. Dan kebebasan yang pertama yang harus
dimiliki manusia adalah kebebasan seksualitas. Dimana hal inilah yang menguasai
alam bawah sadar manusia.
Menurut Freud,
seksualitas yang ditekan, akan menumpuk di alam bawah sadar manusia dan akan
mempengaruhi prilaku manusia. Untuk bisa mengurangi prilaku menyimpang, maka
seksualitas harus dibebaskan, sehingga tak akan ada lagi yang tersimpan di alam
bawah sadar, dan hanya itulah satu – satunya cara yang dapat ditempuh manusia
masa kini.
Mungkin Freud
lupa bahwa hasrat itu bukanlah sesuatu yang terbatas yang akan habis hanya
dengan cara mengaktualkannya sebanyak mungkin. Hasrat adalah sesuatu yang tak
terbatas yang selalu intens ingin diaktualkan. Cara yang ditawarkan oleh Freud
sama sekali tidak realis. Apalagi saat dia mengatakan bahwa seksualitaslah yang
menghasilkan cinta. Bagaimana mungkin cinta lahir dari sesuatu yang tidak suci.
Lagi pula, kemampuan seksualitas seseorang akan menurun seiring dengan
bertambah usia manusia. Lalu jika cinta berasal dari seksualitas, apakah cinta
itu akan hilang saat manusia sudah tidak memiliki hasrat seksual? Jika
demikian, apa lagi yang akan mengikat pasangan suami isteri yang sudah berusia
senja? Apakah cinta diantara mereka sudah hilang? Lalu bagaimana hubungan
antara anak dan orang tuanya? Apakah diantara mereka tidak ada cinta? Lalu
bagaimana juga hubungan itu tak memiliki obek – objek material? Apakah itu
tidak bisa dikatakan cinta?
Dalam
pandangan yang lain, kaum moralitas tradisional melihat seksualitas sebagai
sesuatu yang kotor dan harus dijauhi, lalu pertanyaannya, bagaimana mereka bisa
menemukan solusi untuk keberlanjutan kehidupan? Bagaimana mereka akan
bertanggung jawab pada hasrat – hasrat yang setiap saat meronta untuk
diaktualkan? Sejauh mana mereka mampu menekan? Apa yang mereka tawarkan ini
juga bukanlah solusi, justru hanya akan menciptakan seks bebas dengan wajah
yang lain (penyimpangan – penyimpangan seksual dengan cara sembunyi – sembunyi.
Penulis juga melihat disini ada upaya – upaya untuk mengurangi generasi yang
taat beragama. Mengapa? Karena para tokoh agama disumpah untuk tidak menikah.
Adapun yang menikah dan memiliki keturunan hanya orang – orang biasa yang tidak
terlalu mendalami ilmu agama sehingga generasi yang tercipta bukan generasi
spiritual. Disini juga saya melihat adanya
upaya untuk memisahkan antara agama dengan kehidupan manusia. Karena
jika tak ada lagi generasi, maka akan berakhirlah kehidupan ini.
Muthahhari
datang bukan untuk menolak salah satunya dan menerima yang lainnya, juga bukan
menolak keduanya atau menerima keduanya secara totalitas. Muthahhari
mendisposesikan diantara keduanya. Letak disposesinya adalah bahwa dia menerima
pandangan yang pertama bahwa seksualitas ada dalam setiap diri manusia dan itu
tidak mungkin untuk dimatikan. Namun dia tidak sepakat jika dikatakan bahwa
seksualitaslah yang mempengaruhi setiap tindakan manusia dan juga tidak sepakat
jika seksualitas harus dipenuhi secara liar. Sebaliknya dia sepakat dengan
pandangan yang kedua bahwa seksualitas hewaniah yang liar itu adalah sesuatu
yang kotor, namun dia tidak sepakat jika itu harus dimatikan. Para moralitas
tradisional tidak mengetahui bahwa seksualitas itu tidak semata – mata bersifat
hewaniah tapi juga bisa bersifat Ilahiah. Bahkan dalam buku The tao of Islam yang sempat saya baca
(mudah – mudahan tidak salah), dikatakan bahwa kosmologi atau keseimbangan itu
justru hanya dapat dicapai melalui hubungan seksualitas. Di dalam hubungan
seksuallah manusia dapat mempertemukan antara hamba dan Tuhan, antara yang dicipta
dan yang menciptra. Maka satu – satunya jalan untuk mencapai keseimbangan harus
melalui pernikahan.
Seksualitas
dalam pandangan Muthahhari yang saya pahami adalah sesuatu yang suci yang
berasal dari fitrah manusia yang harus diaktualkan dengan jalan yang suci untuk
mempertahankan kesuciannya.
C.
Kesimpulan
Kesucian
adalah hal mendasar yang harus dimiliki dan dijaga oleh setiap manusia. Semakin
suci seseorang, semakin kuat tarikan cinta yang dimilikinya. Dari cinta yang
suci inilah kemudian akan mengantarkan seorang laki – laki dan perempuan kepada
sebuah hubungan yang suci yaitu pernikahan. Seksualitas yang melalui proses
diatas, tentunya sangat jauh dari egosentrisme, maka dalam hubungannya, masing
– masing pasangan memposisikan dirinya sebagai yang siap melebur ke dalam diri
kekasih. Disanalah makna peniadaan diri yang tertinggi, namun sekaligus
menjelma sebagai manifestasi tertinggi nama Allah (Yang Maha Pencipta). Itulah
kenapa dikatakan bahwa tidak sempurna agama seseorang jika belum menikah.
Dalam
pembahasan panjang diatas, telah jelas bahwa untuk mencapai non materi itu,
tentulah kita tidak bisa terlepas dari materi. Fitrah menempati posisi yang
sangat penting dalam gerak manusia. Fitrahlah yang memiliki kecenderungan –
kecenderungan, sekaligus juga sebagai api penggerak. Fitrah itu suci dalam diri
manusia, namun dalam proses aktualisasinya harus tetap dibimbing oleh rasio
agar konsisten pada jalan yang suci dan bisa sampai pada tujuannya yang suci.
Kesucian
itu bukan hanya sekedar material atau sekedar non material tapi keduanya.
Menjaga kesucian berarti menjaga tubuh dan jiwa kita dari apapun yang akan
mengotorinya. Dan hanya orang yang konsisten pada kesucianlah yang akan
mencapai derajat – derajat tertinggi dari manifestasiNya.
Terakhir
bahwa materi yang telah diciptakanNya ini, bukanlah sesuatu yang sia – sia dan
tak punya nilai, melainkan adalah tanda kasih sayangNya sekaligus jalan/tangga
yang Dia siapkan untuk sampai kepadaNya.
"Aku adalah perbendaharaan yang
tersembunyi, padahal Aku sangat ingin dikenal. Oleh karena itu, Aku ciptakan
makhluk agar mereka mengenalKu"
Wallahu
A’lam bi Sawab
Komentar
Posting Komentar